- 42. Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.
- 43. Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya.
- 44. Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka.
- 45. Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia.
- 46. Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka.
- 47. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.
- 48.Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.”
- 49. Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”
- 50. Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka.
- 51. Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.
- 52. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.
Keluarga kudus adalah cermin, acuan, dan teladan hidup bagi semua yang menapaki jalan kemuridan Yesus. Keluarga Kudus adalah tatapan dalam membangun hidup bersama di tengah realitas nyata dunia kehidupan ini. keluarga kudus adalah tempat untuk belajar.
Beberapa hal bisa kita simak dalam proses belajar hidup dan beriman dari Keluarga Kudus dalam membangun hidup bersama:
Yesus Kristus sebagai pusat.
Keluarga (komunitas) kudus Nazaret menempatkan Yesus sebagai pusat kehidupan mereka. Bunda Maria dan Yosef menyadari akan peran mereka sebagai pendukung karya keselamatan Allah dalam diri yesus Kristus, menjadi rekan kerja Yesus dalam melaksanakan kehendak Bapa. Pusat Keluarga Kudus bukan kedua orang tua, namun yesus Putra mereka. Yesus merupakan titik sentral dalam kehidupan keluarga, juga titik pusat, akar dan dasar dari kehidupan.. Bunda Maria dan Yosef berhadapan dengan pergumulan hidup yang tidak bisa segera dengan mudah memahami misteri Ilahi sehingga mereka harus berhadapan dengan pertanyaan retoris dari Yesus “Tidakkah kamu tahu bahwa aku harus berada dalam rumah Bapa-Ku” (ay. 49). Mereka tidak mengerti perkataan tersebut. Dalam banyak hal Bunda Maria dan Yosef hidup sepenuhnya dalam misteri iman. Mereka tidak menapaki dengan pengertian, namun lebih dengan mendengarkan, dengan ketaatan iman. Yang utama adalah menempatkan Kristus berada di pusat,yang mendasari dan melandasi segala, bahkan menjadi arah serta tujuan dari semua. Bunda Maria dan Yosef menempatkan diri sebagai rekan kerja Tuhan, demikian pula kita semua.
Membangun kebersamaan.
Kita semua dipanggil untuk hidup bersama. Hidup bersama yang lain adalah salah hakikat dasar hidup umat manusia. Mereka yang menjalani hidup selibat, kaum eremit dan petapa pun tetap memiliki saat kebersamaan. Keluarga Kudus membangun kebersamaan hidup yang saling meneguhkan dan membantu. Keluarga yang taat bersatu…. Pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu (ay. 42). Mereka bersatu melakukan apa yang lazim, yang sudah seharusnya dilakukan. Bunda Maria dan Yosef bersatu dalam suka dan duka. Karena tidak menemukan Dia, mereka kembali ke Yerusalem (ay. 45). Keluarga Kudus adalah keluarga yang taat bersatu. Hidup dalam kebersamaan seperti itu tumbuh karena kita membutuhkan satu sama lain. Hal itu berakar dalam kenyataan kasih bahwa kasih itu saling berbagi dan memberi.
Keluar dari diri sendiri.
Di masa ini kenyataan hidup dalam kebersamaan ditantang oleh marak dan menguatnya gejala individualisme, dimana orang sering lebih sibuk serta mementingkan kepentingan, kehendak dan cinta diri, mau menang sendiri. Hidup seakan dibangun dalam keterpisahan satu sama lain, kemudian perbedaan ditonjolkan, keberagaman dijauhi, sehingga kemudian konflik dan perpecahan yang lebih terjadi. Kesadaran dan kebutuhan akan kebersamaan mudah pudar, hidup seakan selalu dipahami saling bertentangan dan berhadapan. Belajar dari keluarga kudus kita diajak untuk selalu menjaga ruang kebersamaan dalam hidup berkomunitas. Menjaga ruang kebersamaan juga dibangun dengan budaya dialog. Budaya dialog dalam perjumpaan dengan yang lain biasanya ditandai dengan sikap mendengarkan dan bertanya. …Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka (ay.46). Selain itu, kita juga diajak untuk terlibat dalam kebersamaan, sehingga semua semakin dimampukan untuk berbagi, merasakan sendiri pengalaman saling membutuhkan satu sama lain. Bagaimana dengan pengalaman dalam hidup berkomunitas kita?
Bunda Maria dan Yosef mengabdi Tuhan dalam ketaatan, tekun dan setia.
Mereka hanya taat kepada iman. Taat kepada iman berarti sabda Tuhan sebagai tuntunan dan panduan hidup. Hidup yang berlandaskan pada iman berarti hidup hanya mengabdi Tuhan. Hanyalah Tuhan yang diandalkan. Seluruh perjalanan hidupnya baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan hanya dan untuk Tuhan. Kemuliaan Tuhan didahulukan daripada diri sendiri. Hidup mereka altruis, terarah ke luar. Keluar dari diri sendiri. Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia (ay. 45). Mereka mencari dan terus mencari Yesus dengan cemas.
Membangun Perjumpaan kasih.
Di tengah maraknya individualisme dan perkembangan teknologi informasi yang malahan lebih mengasingkan daripada menghubungkan umat manusia, dikampanyekanlah upaya untuk membangun jembatan penghubung, bukan tembok pemisah antarumat manusia, agar perjumpaan dapat lebih dibangun. Beberapa kali Paus Fransiskus menyebut soal berkembangnya budaya penyingkiran, sehingga dipromosikannya kultur perjumpaan. Maka dalam hal ini, komunikasi adalah hal yang sangat penting baik proses maupun sarana atau medianya. Aspek pribadi manusia lebih ditekankan dalam komunikasi tersebut. Yang hendak dibangun adalah agar semakin terjalin dan berjalan perjumpaan antarpribadi, sehingga ruang-ruang perjumpaan perlu semakin diperluas dan ditata. Budaya perjumpaan akan memerangi sifat ketidakpedulian, cuek, dan tidak mau tahu. Atau kepedulian yang seringkali lebih pada soal “klik”, komentar, dan “share” dalam media sosial yang seakan dengan itu sudah merasa terlibat dan berbuat sesuatu. Padahal faktanya tidak bersentuhan langsung dengan realitas, tidak terbangun perjumpaan secara konkrit. Demikian juga terjadi krisis budaya kasih, pengalaman tidak dicintai terlebih di kalangan generasi muda. Perasaan sepi dan sendirian gejalanya semakin dialami banyak orang. Hal ini sangat kontras dengan Keluarga Kudus Nazaret, keluarga yang hidupnya dilandasi dan ditandai dengan kasih. Kasih merupakan ciri perjumpaan yang dibangun. Dalam kisah Injil digambarkan Keluarga Kudus selalu membudayakan perjumpaan atau kebersamaan. Tampak juga relasi yang unik dan mengagumkan…Lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? (ay. 48). Menggambarkan betapa relasi Yesus dan ibu-Nya Maria sangat dekat. Relasi yang diikat, dipererat oleh tali kasih.
Semangat Mengampuni.
Kita diajak untuk belajar menjadi manusia yang sungguh rohani. Manusia yang rohani sama seperti Bunda Maria dan Yosef dalam membangun hidup bersama. Manusia yang memiliki hati yang mampu merenung, bukan pribadi beriman yang formalitas dan hidup mendangkal. maka kita menjadi insan-insan pewarta damai dan kebaikan. Kita juga belajar mengalahkan kejahatan, bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kasih, kesabaran dan kelembutan (bdk ay. 51). Kita juga belajar menjadi manusia yang sungguh beriman, penuh syukur dan sukacita. Belajar menjadi ciptaan baru, yakni menyadari diri sebagai hamba Tuhan, sehingga menjadi manusia yang rendah hati, dan berani mengosongkan diri dari kepentingan diri dan bekerja keras bagi kepentingan sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar