Jumat, 11 Februari 2022

MARIA, IBU YESUS



Maria, ibu Yesus, adalah salah seorang dari sejumlah perempuan yang disebut dalam tulisan suci dan hanya satu-satunya yang kehidupan dan pelayanannya dinubuatkan berabad-abad sebelum kelahirannya (lihat 1 Nefi 11:15, 18; Mosia 3:8; Alma 7:10). Para penulis Perjanjian Baru, Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes menyediakan hanya sekilas akan kehidupan dan pelayanannya karena fokus mereka sepantasnya terkonsentrasi pada Juruselamat. Tetapi gereja Kristen masa awal memberi Maria gelar theotokos, “yang mengandung atau ibu Allah” sebagai pengingat akan bagian penting yang juga dia mainkan dalam rencana Bapa.

Penatua Bruce R. McConkie (1915–1985) dari Kuorum Dua Belas Rasul telah menulis: “Dapatkah kita membicarakan terlalu tinggi tentang dia yang kepadanya Tuhan telah memberkati melebihi semua wanita? Hanya ada satu Kristus, dan hanya ada satu Maria. Masing-masing adalah agung dan mulia dalam [keberadaan prafana], dan masing-masing dipratahbiskan pada pelayanan yang dia lakukan. Kita tidak dapat kecuali berpikir bahwa Bapa akan memilih roh perempuan terhebat untuk menjadi ibu Putra-Nya, bahkan seperti Dia memilih roh laki-laki seperti Dia untuk menjadi Juruselamat .… Kita hendaknya … menghormati Maria dengan rasa hormat yang sepatutnya bagi dia.”

Laporan Lukas tentang kisah Pemberitahuan kepada Maria (lihat Lukas 1:26–56) memberi kita gambaran untuk lebih baik mengapresiasi perempuan muda yang luar biasa ini. Melalui interaksinya dengan Gabriel dan Elisabet, kita melihat seorang perempuan muda yang berusaha untuk mengerti dan memahami pemanggilan uniknya dari Allah. Keagungan dari pemanggilan itu pastilah sedemikian membebani bagi seseorang yang begitu muda, namun dia sudah siap menyerahkan kehendaknya pada kehendak Bapa. Kisahnya mengingatkan kita bahwa Allah peduli terhadap semua anak-Nya dan bahwa Dia memanggil para pria dan wanita biasa untuk berperan serta dalam cara-cara yang luar biasa untuk membantu membangun kerajaan-Nya. Dia menjadi murid pertama Yesus, dan karenanya dia menjadi panutan bagi semua yang memilih untuk mengikuti-Nya.
Nazaret: Rumah Maria

Sayangnya, Perjanjian Baru tidak menceritakan apa pun mengenai orangtua Maria, kelahirannya, atau apa pun mengenai kehidupannya di Nazaret. Lukas menggambarkan Nazaret sebagai sebuah polis, yang dapat diterjemahkan sebagai sebuah kota besar atau kota kecil, namun tampaknya bukan sebagai sebuah tempat yang signifikan. Di luar Perjanjian Baru, Nazaret tidak disebutkan dalam teks apa pun sampai akhir abad kedua Masehi.

Kita tahu bahwa Nazaret terletak di sebuah bukit di Galilea yang lebih rendah yang menghadap ke Lembah Yizreel yang subur, 65 mil (105 km) di utara Yerusalem. Arkeologi menunjukkan bahwa Nazaret di abad pertama lebih seperti desa daripada kota besar atau bahkan kota kecil, dengan perkiraan penduduk sekitar 400–500. Dengan sedikit pengecualian, sebagian besar penduduk di seluruh Galilea berjuang untuk bertahan hidup sebagai buruh pencari nafkah, memelihara ternak, memancing, dan menggarap tanah hanya untuk menyediakan makanan di atas meja bagi keluarga mereka dan membayar pajak mereka. Desa itu tidak memiliki benteng; tidak ada bukti bahwa kota itu memiliki jalan beraspal atau arsitektur monumental, atau bahwa kota itu menggunakan barang-barang mewah seperti marmer, mosaik, atau lukisan dinding di gedung-gedung, atau bahwa rumah tangga berisi barang-barang impor yang bagus. Dua rumah abad pertama yang telah digali ternyata adalah tempat tinggal sederhana dengan dua kamar, atap jerami, dan halaman kecil. Praktik pemakaman dan beberapa pecahan bejana batu kapur mengindikasikan bahwa penduduknya adalah orang Yahudi alih-alih orang bukan Israel.

Sementara tidak satu pun dari penemuan-penemuan ini dapat dikaitkan langsung dengan Maria atau keluarganya, hal itu memberi kita gambaran tentang bagaimana kehidupannya di Nazaret: seorang gadis petani yang tinggal di pedesaan, jauh dari pusat keagamaan Yerusalem dengan bait sucinya, aristokrat kependetaan, serta kekayaan. Bahkan sebagai gadis muda, dia harus bekerja mendampingi ibunya dan para perempuan lainnya di desa, menenun kain, memasak, mengumpulkan kayu bakar, mengambil air dari sumur rumah tangga atau sumur desa, dan bekerja di ladang—itu semua untuk menolong keluarganya bertahan dari hari ke hari.
Pemanggilan Maria

Kisah Maria dalam kitab Lukas diawali dengan penampakan malaikat Gabriel, malaikat yang sama yang sebelumnya telah menampakkan diri kepada Zakharia di bait suci (lihat Lukas 1:11, 19, 26). Ketika Gabriel menampakkan diri, Maria adalah seorang gadis muda yang bertunangan untuk menikah dengan Yusuf (lihat Lukas 1:27). Meskipun kita tidak tahu berapa usia Maria waktu itu, di zaman kuno adalah mungkin melakukan perjanjian nikah untuk dapat diatur bahkan sebelum pubertas. Penampakan Gabriel dan pernyataan bahwa Maria adalah “sangat berkenan” sehingga “Tuhan menyertai [engkau, Maria],” bahwa dia “diberkati di antara semua perempuan,” dan bahwa, menurut Terjemahan Joseph Smith terhadap Lukas 1:28, dia telah “dipilih” (lihat juga Alma 7:10) pastilah menimbulkan reaksi campur aduk antara kebingungan dan bahkan ketakutan dalam diri Maria. Kita hanya dapat membayangkan apa yang mungkin bergolak dalam benaknya pada saat itu, tetapi itu dapat menyertakan pertanyaan seperti, “Mengapa Tuhan menganggap saya sebagai ‘diberkati di antara semua perempuan’?” “Mengapa saya ‘berkenan bagi Allah’ dan apa artinya itu?” “Mengapa Allah mengutus Gabriel kepada saya dan bukan kepada gadis muda lain mana pun di Nazaret, atau di Yerusalem?” Ya, dia berasal dari bani Daud (lihat Lukas 1:32; Roma 1:3), namun itu artinya sedikit di bawah pendudukan Romawi. Bagaimanapun, dia hanyalah perempuan muda dari keluarga petani, yang tinggal di sebuah desa yang tidak signifikan. Sebagaimana Natanael kemudian menanyakan, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yohanes 1:46).

Gabriel tidak menjawab pertanyaan apa pun yang mungkin memenuhi benak dan hati Maria. Alih-alih dia melanjutkan dengan pesannya: dia akan mengandung seorang bayi, namun bukan bayi biasa. Anaknya akan disebut “Anak Allah Yang Mahatinggi” dan akan menerima “takhta Daud” (lihat Lukas 1:32–33). Dengan kata lain, Gabriel memberi tahu Maria bahwa putranya akan menjadi Anak Allah dan Mesias yang dijanjikan. Jika Maria menjadi bingung dan takut sebelum pemberitahuan ini, kita hanya dapat membayangkan emosinya yang meningkat sesudahnya.

Mari kita pikirkan satu asas yang bagian dari kisah Maria ini ajarkan mengenai kemuridan. Rencana Allah bagi Maria bukanlah sesuatu yang dia minta! Gabriel telah menampakkan diri kepada Zakharia karena dia dan Elisabet telah berdoa memohon seorang anak mukjizat, namun dia menemui Maria dalam keadaan yang sangat berbeda: tidak untuk memenuhi suatu permintaan, melainkan untuk memberitahukan kehendak Allah baginya. Dengan pernikahan yang akan datang, Maria mungkin berpikir tentang kemungkinan memiliki anak di masa datang. Tetapi meskipun ada gelombang harapan mesianis dalam Yudaisme pada abad pertama, akankah Maria mengira bahwa dia, seorang perempuan muda petani dari Nazaret, akan menjadi ibu dari Mesias? Mungkin tidak. Intinya adalah bahwa panggilan kemuridan sering kali memerlukan perubahan pada rencana-rencana kehidupan pribadi kita.

Lukas berfokus pada catatannya mengenai maklumat dari Gabriel dan kemudian Elisabet. Namun ada tiga kesempatan ketika Maria mengartikulasikan pikiran dan perasaannya.



Malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Maria dengan pesan menakjubkan bahwa dia “diberkati di antara semua perempuan” dan bahwa dia akan mengandung Putra Allah.


Pemberitahuan tentang Maria, oleh Joseph Brickey
Sebuah Pertanyaan Terilhami

Pertanyaan pertamanya kepada Gabriel, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum bersuami?” (Lukas 1:34). Dalam keadaan seperti itu, pertanyaannya adalah masuk akal. Itu mengingatkan para pembaca tentang pertanyaan Zakharia, “Bagaimanakah aku tahu bahwa hal ini akan terjadi? [yaitu, bahwa Elisabet akan mengandung seorang putra]” (ayat 18). Tetapi ketika pertanyaannya mengungkapkan keraguan tentang jawaban Gabriel terhadap doa yang Zakharia sendiri ucapkan kepada Allah, pertanyaan Maria mencari klarifikasi tentang kehendak Allah yang dinyatakan baginya. Pertanyaan tidak dapat terelakkan ketika undangan Allah menantang para murid untuk menaikkan standar dan keluar dari zona nyaman mereka, dan pertanyaan yang terilhami menuntun pada wahyu.

Jawaban Gabriel terhadap pertanyaan Maria datang dalam tiga bagian:


Pertama, dia memberi tahu Maria, “Roh Kudus akan turun ke atasmu” (ayat 35). Roh Kudus adalah kuasa yang melaluinya para murid di setiap zaman ditingkatkan dalam pemanggilan mereka. “Ingatlah bahwa pekerjaan ini bukanlah pekerjaan Anda dan saya saja,” Presiden Thomas S. Monson mengajarkan (1927–2018). “Ini adalah pekerjaan Tuhan, dan ketika kita berada dalam tugas suruhan Tuhan, kita berhak atas bantuan Tuhan. Ingatlah bahwa siapa yang Tuhan panggil, Tuhan jadikan mampu.” Kemudian Gabriel memberi Maria informasi spesifik tentang keadaannya: “Kuasa Yang Mahatinggi akan menaungi engkau: sebab anak yang akan engkau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” [ayat 35).


Kedua, Gabriel memberi tahu Maria tentang Elisabet, seseorang yang mengalami kehamilan serupa, meski tidak identik, dan menakjubkan (lihat ayat 36). Kehamilan Elisabet merupakan sebuah tanda bagi Maria bahwa dia tidak sendirian, bahwa ada setidaknya satu orang lain yang memiliki rasa yang sama seperti yang dialaminya.


Ketiga, Gabriel dengan tegas menyatakan, “Bagi Allah tidak ada yang mustahil” (ayat 37). Allah melakukan yang mustahil ketika Elisabet mengandung. Pernyataan Gabriel adalah sebuah pengingat bagi para murid di setiap zaman bahwa ketika kita menanggapi undangan Allah, mukjizat dapat terjadi.
Kesediaan Seorang Murid

Tanggapan verbal kedua Maria dalam kisah itu melambangkan, menurut saya, komitmen dan pandangan seorang murid: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38). “Hamba” menunjukkan bahwa Maria telah memilih untuk menerima panggilan yang Allah sampaikan kepadanya. Pernyataan ini adalah versi Maria tentang apa yang Putranya akan katakan di Getsemani, “bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Meskipun tampak jelas bahwa pada titik ini dalam perjalanannya, dia tidak mungkin memahami semua yang akan dibutuhkan darinya—Simeon kemudian bernubuat kepadanya bahwa “suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri” (Lukas 2:35)—meskipun demikian, Maria memilih untuk bergerak maju dengan iman.

“Lalu malaikat itu meninggalkan dia” (Lukas 1:38). Ketika Gabriel pergi, Maria ditinggalkan sendirian. Sementara adalah satu hal bagi seorang murid untuk membuat pernyataan seperti yang dia buat di hadapan utusan ilahi, apa yang dia lakukan sekarang setelah malaikat itu pergi? Bagaimana dia menjelaskan pengalaman ini kepada orangtuanya? Kepada Yusuf? Apa harga pribadi baginya seandainya mereka atau penduduk Nazaret tidak memercayainya? Keadaan hidupnya yang tidak nyaman di Nazaret kini dapat menjadi sulit baginya.


Pertemuan Maria dan Elisabet, oleh Carl Heinrich Bloch

Karena itu dia mengingat bagian kedua dari jawaban Gabriel terhadap pertanyaannya dan perjalanan ke rumah Elisabet. Sekali lagi, dua kisah pembuka Lukas terjalin bersama. Segera setelah Maria menyapa Elisabet, “melonjaklah anak yang di dalam rahimnya; dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus: lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan, dan diberkatilah buah rahimmu” (Lukas 1:41–42). Sapaannya yang diarahkan Roh memperkuat apa yang Gabriel telah katakan tentang tempat mulia Maria di antara perempuan. Kini Maria memiliki saksi kedua akan pemanggilannya, namun itu datang hanya setelah dia dengan rela menerima pemanggilannya.

Kisah tentang Maria dan Elisabet adalah sebuah pengingat akan dua aspek besar dalam kehidupan para murid modern. Itu adalah pengingat tentang nilai simbiosis besar pada jantung Lembaga Pertolongan di seluruh dunia: para wanita dari berbagai usia pada taraf kehidupan yang berbeda datang bersama-sama untuk saling mendukung dan menyokong di saat-saat membutuhkan. Itu juga pengingat bahwa Allah tidak meninggalkan mereka yang telah Dia panggil pada saat-saat membutuhkan mereka namun bahwa Dia sering menanggapi dengan merangkul mereka dalam pelukan orang lain yang juga telah Dia panggil.
Nyanyian Pujian Maria

Ungkapan terakhir Maria dikenal sebagai Nyanyian Pujian Maria dan merupakan manifestasinya akan sukacita dalam menanggapi pernyataan Elisabet. Dia mengungkapkan perasaannya tentang apa yang telah terjadi dalam kehidupannya dan mencerminkan pemahaman barunya tentang tempatnya dalam rencana Allah. Pertama dan yang terutama dia merasa perlu untuk meningkatkan, memuji, dan memuliakan Allahnya, yang kepada-Nya dia bersukacita sebagai Juruselamatnya (lihat Lukas 1:46–47). Dia melihat dalam pengalamannya belas kasihan Allah yang berkelanjutan, baik dalam kenyataan bahwa Dia memilih seseorang dari “kalangan rendah” seperti dia (lihat ayat 48–50) dan juga dalam kenyataan bahwa Dia telah memilihnya untuk memainkan bagian sentral dalam memenuhi perjanjian Abraham (lihat ayat 54–55).

“Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan [Elisabet], lalu pulang kembali ke rumahnya” (ayat 56). Maria kini lebih siap untuk memenuhi pemanggilan ilahinya.


Para murid modern dihapus dari kisah tentang Maria baik oleh budaya maupun 2.000 tahun. Meskipun demikian, kisahnya adalah pengingat yang tak lekang waktu mengenai harga dari kemuridan. Allah mengharapkan para pengikut-Nya untuk menerima undangan yang Dia berikan kepada mereka. Presiden Russell M.Nelson mengingatkan kita bahwa “Allah telah senantiasa meminta anak-anak perjanjian-Nya untuk melakukan hal-hal yang sulit.” Maria tidak terkecuali, dan demikian pula kita. Tantangan kita adalah untuk memiliki iman untuk menyerahkan kehendak kita pada kehendak-Nya, untuk menerima panggilan-Nya dengan iman bahwa Roh-Nya akan meningkatkan kita dalam pelayanan-Nya. Bonnie H. Cordon, Presiden Umum Remaja Putri, juga mengingatkan kita bahwa “kita dapat melakukan hal-hal sulit,” dan kemudian menambahkan, “tetapi kita juga dapat melakukannya dengan penuh sukacita”

Sebagai para murid modern, apa yang akan menjadi Nyanyian Pujian kita? Bagaimana kita akan mengungkapkan sukacita kita kepada Allah kita? Bagaimana kita akan mengungkapkan keagungan belas kasihan-Nya dalam kehidupan kita? Bagaimana kita akan menemukan cara-cara untuk merayakan bagian kita dalam memenuhi perjanjian Abraham di zaman kita? Ini mungkin hanyalah beberapa cara yang dapat kita pelajari dari kisah menakjubkan Maria tentang kemuridan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MARIA, BUNDA ALLAH

Guna memahami gelar “Bunda Allah,” pertama-tama kita harus mengerti dengan jelas peran Maria sebagai Bunda Juruselamat kita, Yesus Kristus. ...