Sabtu, 12 Februari 2022

MARIA, BUNDA ALLAH

Guna memahami gelar “Bunda Allah,” pertama-tama kita harus mengerti dengan jelas peran Maria sebagai Bunda Juruselamat kita, Yesus Kristus. Sebagai orang Katolik, kita sungguh-sungguh yakin akan inkarnasi Kristus: Maria mengandung dari kuasa Roh Kudus (bdk. Luk 1:26-38 dan Mat 1:18-25).

Melalui Maria, Yesus Kristus - pribadi kedua dari Tritunggal Mahakudus, sehakikat dengan Bapa, dan Allah yang benar dari Allah yang benar - memasuki dunia ini dengan mengenakan daging manusia dan jiwa manusia. Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Dalam pribadi ilahi-Nya terdapat sekaligus kodrat ilahi dan kodrat manusiawi. Bunda Maria tidak menjadikan pribadi ilahi Yesus, yang telah ada bersama Bapa dan Roh Kudus dari kekekalan, “Ia, yang dikandungnya melalui Roh Kudus sebagai manusia dan yang dengan sesungguhnya telah menjadi Puteranya menurut daging, sungguh benar Putera Bapa yang abadi, Pribadi kedua Tritunggal Mahakudus. Gereja mengakui bahwa Maria dengan sesungguhnya Bunda Allah [Theotokos, yang melahirkan Allah].” (Katekismus Gereja Katolik, no. 495). Seperti dicatat oleh St. Yohanes, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. ” (Yoh 1:14).

Oleh karena alasan ini, pada masa awal sejarah Gereja,

Bunda Maria digelari “Bunda Allah.” St. Yohanes Krisostomus (wafat thn 407), misalnya, menggubah dalam Doa Syukur Agung Misanya, suatu madah untuk menghormati Bunda Maria: “Sungguh, semata-mata guna memaklumkan bahwa engkau terberkati, ya Bunda Allah, yang paling terberkati, yang sepenuhnya murni dan Bunda Allah kami. Kami mengagungkan engkau yang lebih terhormat daripada kerubim dan lebih mulia secara tak bertara daripada serafim. Engkau, yang tanpa kehilangan keperawananmu, melahirkan Sabda Tuhan. Engkau yang adalah sungguh Bunda Allah.”

Namun demikian, keberatan atas gelar “Bunda Allah” muncul pada abad kelima akibat adanya kebingungan mengenai misteri inkarnasi. Nestorius, Uskup Konstantinopel (thn 428-431), mengajukan keberatan yang utama. Ia mengatakan bahwa Bunda Maria melahirkan Yesus Kristus, seorang manusia biasa, titik. Kepada manusia ini dipersatukan pribadi Sabda Allah (Yesus Ilahi). Persatuan dua pribadi ini - Kristus yang manusia dan Sabda Ilahi - merupakan sesuatu yang “luhur dan unik”, tetapi hanya suatu kebetulan belaka. Pribadi ilahi tinggal dalam pribadi manusia “sebagai bait”. Melanjutkan jalan pikirannya, Nestorius menegaskan bahwa Yesus manusia wafat di salib, tetapi tidak demikian dengan Yesus ilahi. Jadi, Bunda Maria bukanlah “Bunda Allah,” melainkan sekedar “Bunda Kristus” - Yesus manusia. Apakah membingungkan? Memang, akibat dari pemikiran tersebut adalah membagi Kristus menjadi dua pribadi dan menyangkal inkarnasi.


St. Sirilus, Uskup Alexandria (wafat thn 440) menyangkal pendapat Nestorius dengan mengatakan, “Bukannya seorang manusia biasa pertama-tama dilahirkan oleh Santa Perawan, dan kemudian sesudahnya Sabda turun atasnya; melainkan, bersatu dengan daging dalam rahim, [Sabda] mengalami kelahiran dalam daging, kelahiran dalam daging adalah kelahiran-Nya sendiri…” Pernyataan ini menegaskan keyakinan yang dikemukakan dalam paragraf pertama - Bunda Maria adalah sungguh Bunda Allah.

Pada tanggal 22 Juni 431, Konsili Efesus bersidang guna menyelesaikan perdebatan ini. Konsili memaklumkan, “Barangsiapa tidak mengakui bahwa Imanuel adalah sungguh Allah dan karenanya Santa Perawan adalah Bunda Allah [Theotokos] (sebab ia melahirkan menurut daging Sabda Allah yang menjadi daging), dikutuk Gereja.” Oleh sebab itu, Konsili secara resmi memaklumkan bahwa Yesus adalah satu pribadi ilahi, dengan dua kodrat - manusiawi dan ilahi - dipersatukan dalam persekutuan yang sempurna. Kedua, Efesus menegaskan bahwa Bunda Maria dapat secara tepat digelari Bunda Allah: Maria bukanlah Bunda Allah Bapa, atau Bunda Allah Roh Kudus; melainkan ia adalah Bunda Allah Putra - Yesus Kristus, sungguh Allah sejak kekekalan, yang masuk ke dalam dunia ini dengan menjadi sungguh manusia. Konsili Efesus memaklumkan Nestorius sebagai bidaah sesat dan Kaisar Theodosius memerintahkan agar ia diusir dan dibuang. (Menariknya, suatu Gereja Nestorian kecil masih ada hingga sekarang di Irak, Iran dan Siria.)

Peristiwa inkarnasi sungguh merupakan suatu misteri yang tak terpahami. Gereja menggunakan bahasa yang sangat tepat - sekalipun filosofis - guna mencegah kebingungan dan kesalahpahaman. Karena kita baru saja merayakan Hari Raya Natal dan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah, baiklah kita merenungkan misteri agung ini secara lebih mendalam tentang bagaimana Juruselamat Ilahi kita masuk ke dalam dunia ini dengan mengambil rupa manusia kita, demi membebaskan kita dari dosa. Patutlah kita senantiasa merenungkan serta berusaha mengikuti teladan mulia Bunda Maria, yang mengatakan, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.”


Hendaknya kita tidak pernah melupakan bahwa Bunda Maria adalah sungguh “bunda”. Bunda Maria bukanlah sekedar sarana fisik belaka dengan mana Kristus masuk ke dalam dunia ini, melainkan ia juga seorang bunda dalam arti sepenuhnya. Sebagai seorang bunda, ia senantiasa ingin menghadirkan Putranya kepada yang lain dan menghantar mereka kepada Putra Ilahinya. Dalam Injil, ia menghadirkan Yesus kepada para gembala, para majus, Nabi Simeon dan Hana, dan juga dalam perjamuan nikah di Kana. Ia rindu melakukan hal yang sama bagi tiap-tiap kita. Ketika Kristus wafat di salib, berdiri di sana Bunda-Nya, Maria, dan St. Yohanes Rasul; Yesus berkata kepada Maria, “Ibu, inilah, anakmu!” mempercayakan bunda-Nya yang janda ke dalam pemeliharaan St. Yohanes; dan kepada St. Yohanes, “Inilah ibumu!” (Yoh 19:26-27). Sesuai tradisi, kita senantiasa yakin bahwa dengan itu Yesus memberikan Bunda Maria sebagai Bunda kepada Gereja seluruhnya dan kepada kita masing-masing.

Keyakinan ini dengan sangat indah dijelaskan melalui pesan Bunda Maria di Guadalupe, di mana Santa Perawan menampakkan diri kepada St. Juan Diego pada tahun 1531. Pada tanggal 9 Desember, Bunda Maria mengatakan, “Ketahuilah dengan pasti, engkau yang terkecil dari antara anak-anakku, bahwa akulah Santa Perawan Maria yang tak bercela, Bunda Yesus, Allah yang benar, yang melalui-Nya segala sesuatu beroleh hidup, Tuhan atas segala yang dekat maupun yang jauh, Tuan atas surga dan bumi. Merupakan kerinduanku yang terdalam bahwa sebuah kapel dibangun di sini untuk menghormatiku. Di sini aku akan menunjukkan, aku akan menyatakan, aku akan melimpahkan segenap cintaku, kasih sayangku, pertolonganku dan perlindunganku kepada segenap manusia. Akulah bundamu yang berbelas kasih, bunda yang berbelas kasih dari kalian semua yang hidup rukun di negeri ini, dan dari segenap umat manusia, dari segenap mereka yang mengasihiku, dari mereka yang berseru kepadaku, dari mereka yang mencariku, dan dari mereka yang menaruh harapannya padaku. Di sini aku akan mendengar isak-tangis mereka, keluh-kesah mereka, dan aku akan menyembuhkan serta meringankan segala beban derita, kesulitan-kesulitan dan kemalangan-kemalangan mereka.”


Kemudian pada tanggal 12 Desember, Bunda Maria mengatakan, “Dengarkanlah dan camkanlah dalam hatimu, putera kecilku terkasih: janganlah kiranya sesuatu pun mengecilkan hatimu, melemahkan semangatmu. Janganlah kiranya sesuatu pun membimbangkan hatimu ataupun tekadmu. Juga, janganlah takut akan segala penyakit ataupun pencobaan, kekhawatiran ataupun penderitaan. Bukankah aku di sini, aku yang adalah bundamu? Bukankah engkau ada dalam naungan dan perlindunganku? Bukankah aku ini sumber hidupmu? Bukankah engkau ada dalam naungan mantolku, dalam dekapan pelukanku? Adakah sesuatu lain yang engkau butuhkan?” Pesan-pesan indah ini menegaskan peran Bunda Maria sebagai Bunda Allah dan Bunda kita.

Sementara kita mengawali tahun yang baru, marilah kita berpegang pada teladan Bunda Maria dan mempercayakan diri pada doa-doanya bagi kita. Kiranya kita senantiasa datang kepadanya sebagai Bunda kita sendiri, sambil memohon, “Bunda Maria yang Tersuci, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati. Amin.”

Jumat, 11 Februari 2022

MARIA, IBU YESUS



Maria, ibu Yesus, adalah salah seorang dari sejumlah perempuan yang disebut dalam tulisan suci dan hanya satu-satunya yang kehidupan dan pelayanannya dinubuatkan berabad-abad sebelum kelahirannya (lihat 1 Nefi 11:15, 18; Mosia 3:8; Alma 7:10). Para penulis Perjanjian Baru, Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes menyediakan hanya sekilas akan kehidupan dan pelayanannya karena fokus mereka sepantasnya terkonsentrasi pada Juruselamat. Tetapi gereja Kristen masa awal memberi Maria gelar theotokos, “yang mengandung atau ibu Allah” sebagai pengingat akan bagian penting yang juga dia mainkan dalam rencana Bapa.

Penatua Bruce R. McConkie (1915–1985) dari Kuorum Dua Belas Rasul telah menulis: “Dapatkah kita membicarakan terlalu tinggi tentang dia yang kepadanya Tuhan telah memberkati melebihi semua wanita? Hanya ada satu Kristus, dan hanya ada satu Maria. Masing-masing adalah agung dan mulia dalam [keberadaan prafana], dan masing-masing dipratahbiskan pada pelayanan yang dia lakukan. Kita tidak dapat kecuali berpikir bahwa Bapa akan memilih roh perempuan terhebat untuk menjadi ibu Putra-Nya, bahkan seperti Dia memilih roh laki-laki seperti Dia untuk menjadi Juruselamat .… Kita hendaknya … menghormati Maria dengan rasa hormat yang sepatutnya bagi dia.”

Laporan Lukas tentang kisah Pemberitahuan kepada Maria (lihat Lukas 1:26–56) memberi kita gambaran untuk lebih baik mengapresiasi perempuan muda yang luar biasa ini. Melalui interaksinya dengan Gabriel dan Elisabet, kita melihat seorang perempuan muda yang berusaha untuk mengerti dan memahami pemanggilan uniknya dari Allah. Keagungan dari pemanggilan itu pastilah sedemikian membebani bagi seseorang yang begitu muda, namun dia sudah siap menyerahkan kehendaknya pada kehendak Bapa. Kisahnya mengingatkan kita bahwa Allah peduli terhadap semua anak-Nya dan bahwa Dia memanggil para pria dan wanita biasa untuk berperan serta dalam cara-cara yang luar biasa untuk membantu membangun kerajaan-Nya. Dia menjadi murid pertama Yesus, dan karenanya dia menjadi panutan bagi semua yang memilih untuk mengikuti-Nya.
Nazaret: Rumah Maria

Sayangnya, Perjanjian Baru tidak menceritakan apa pun mengenai orangtua Maria, kelahirannya, atau apa pun mengenai kehidupannya di Nazaret. Lukas menggambarkan Nazaret sebagai sebuah polis, yang dapat diterjemahkan sebagai sebuah kota besar atau kota kecil, namun tampaknya bukan sebagai sebuah tempat yang signifikan. Di luar Perjanjian Baru, Nazaret tidak disebutkan dalam teks apa pun sampai akhir abad kedua Masehi.

Kita tahu bahwa Nazaret terletak di sebuah bukit di Galilea yang lebih rendah yang menghadap ke Lembah Yizreel yang subur, 65 mil (105 km) di utara Yerusalem. Arkeologi menunjukkan bahwa Nazaret di abad pertama lebih seperti desa daripada kota besar atau bahkan kota kecil, dengan perkiraan penduduk sekitar 400–500. Dengan sedikit pengecualian, sebagian besar penduduk di seluruh Galilea berjuang untuk bertahan hidup sebagai buruh pencari nafkah, memelihara ternak, memancing, dan menggarap tanah hanya untuk menyediakan makanan di atas meja bagi keluarga mereka dan membayar pajak mereka. Desa itu tidak memiliki benteng; tidak ada bukti bahwa kota itu memiliki jalan beraspal atau arsitektur monumental, atau bahwa kota itu menggunakan barang-barang mewah seperti marmer, mosaik, atau lukisan dinding di gedung-gedung, atau bahwa rumah tangga berisi barang-barang impor yang bagus. Dua rumah abad pertama yang telah digali ternyata adalah tempat tinggal sederhana dengan dua kamar, atap jerami, dan halaman kecil. Praktik pemakaman dan beberapa pecahan bejana batu kapur mengindikasikan bahwa penduduknya adalah orang Yahudi alih-alih orang bukan Israel.

Sementara tidak satu pun dari penemuan-penemuan ini dapat dikaitkan langsung dengan Maria atau keluarganya, hal itu memberi kita gambaran tentang bagaimana kehidupannya di Nazaret: seorang gadis petani yang tinggal di pedesaan, jauh dari pusat keagamaan Yerusalem dengan bait sucinya, aristokrat kependetaan, serta kekayaan. Bahkan sebagai gadis muda, dia harus bekerja mendampingi ibunya dan para perempuan lainnya di desa, menenun kain, memasak, mengumpulkan kayu bakar, mengambil air dari sumur rumah tangga atau sumur desa, dan bekerja di ladang—itu semua untuk menolong keluarganya bertahan dari hari ke hari.
Pemanggilan Maria

Kisah Maria dalam kitab Lukas diawali dengan penampakan malaikat Gabriel, malaikat yang sama yang sebelumnya telah menampakkan diri kepada Zakharia di bait suci (lihat Lukas 1:11, 19, 26). Ketika Gabriel menampakkan diri, Maria adalah seorang gadis muda yang bertunangan untuk menikah dengan Yusuf (lihat Lukas 1:27). Meskipun kita tidak tahu berapa usia Maria waktu itu, di zaman kuno adalah mungkin melakukan perjanjian nikah untuk dapat diatur bahkan sebelum pubertas. Penampakan Gabriel dan pernyataan bahwa Maria adalah “sangat berkenan” sehingga “Tuhan menyertai [engkau, Maria],” bahwa dia “diberkati di antara semua perempuan,” dan bahwa, menurut Terjemahan Joseph Smith terhadap Lukas 1:28, dia telah “dipilih” (lihat juga Alma 7:10) pastilah menimbulkan reaksi campur aduk antara kebingungan dan bahkan ketakutan dalam diri Maria. Kita hanya dapat membayangkan apa yang mungkin bergolak dalam benaknya pada saat itu, tetapi itu dapat menyertakan pertanyaan seperti, “Mengapa Tuhan menganggap saya sebagai ‘diberkati di antara semua perempuan’?” “Mengapa saya ‘berkenan bagi Allah’ dan apa artinya itu?” “Mengapa Allah mengutus Gabriel kepada saya dan bukan kepada gadis muda lain mana pun di Nazaret, atau di Yerusalem?” Ya, dia berasal dari bani Daud (lihat Lukas 1:32; Roma 1:3), namun itu artinya sedikit di bawah pendudukan Romawi. Bagaimanapun, dia hanyalah perempuan muda dari keluarga petani, yang tinggal di sebuah desa yang tidak signifikan. Sebagaimana Natanael kemudian menanyakan, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yohanes 1:46).

Gabriel tidak menjawab pertanyaan apa pun yang mungkin memenuhi benak dan hati Maria. Alih-alih dia melanjutkan dengan pesannya: dia akan mengandung seorang bayi, namun bukan bayi biasa. Anaknya akan disebut “Anak Allah Yang Mahatinggi” dan akan menerima “takhta Daud” (lihat Lukas 1:32–33). Dengan kata lain, Gabriel memberi tahu Maria bahwa putranya akan menjadi Anak Allah dan Mesias yang dijanjikan. Jika Maria menjadi bingung dan takut sebelum pemberitahuan ini, kita hanya dapat membayangkan emosinya yang meningkat sesudahnya.

Mari kita pikirkan satu asas yang bagian dari kisah Maria ini ajarkan mengenai kemuridan. Rencana Allah bagi Maria bukanlah sesuatu yang dia minta! Gabriel telah menampakkan diri kepada Zakharia karena dia dan Elisabet telah berdoa memohon seorang anak mukjizat, namun dia menemui Maria dalam keadaan yang sangat berbeda: tidak untuk memenuhi suatu permintaan, melainkan untuk memberitahukan kehendak Allah baginya. Dengan pernikahan yang akan datang, Maria mungkin berpikir tentang kemungkinan memiliki anak di masa datang. Tetapi meskipun ada gelombang harapan mesianis dalam Yudaisme pada abad pertama, akankah Maria mengira bahwa dia, seorang perempuan muda petani dari Nazaret, akan menjadi ibu dari Mesias? Mungkin tidak. Intinya adalah bahwa panggilan kemuridan sering kali memerlukan perubahan pada rencana-rencana kehidupan pribadi kita.

Lukas berfokus pada catatannya mengenai maklumat dari Gabriel dan kemudian Elisabet. Namun ada tiga kesempatan ketika Maria mengartikulasikan pikiran dan perasaannya.



Malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Maria dengan pesan menakjubkan bahwa dia “diberkati di antara semua perempuan” dan bahwa dia akan mengandung Putra Allah.


Pemberitahuan tentang Maria, oleh Joseph Brickey
Sebuah Pertanyaan Terilhami

Pertanyaan pertamanya kepada Gabriel, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi karena aku belum bersuami?” (Lukas 1:34). Dalam keadaan seperti itu, pertanyaannya adalah masuk akal. Itu mengingatkan para pembaca tentang pertanyaan Zakharia, “Bagaimanakah aku tahu bahwa hal ini akan terjadi? [yaitu, bahwa Elisabet akan mengandung seorang putra]” (ayat 18). Tetapi ketika pertanyaannya mengungkapkan keraguan tentang jawaban Gabriel terhadap doa yang Zakharia sendiri ucapkan kepada Allah, pertanyaan Maria mencari klarifikasi tentang kehendak Allah yang dinyatakan baginya. Pertanyaan tidak dapat terelakkan ketika undangan Allah menantang para murid untuk menaikkan standar dan keluar dari zona nyaman mereka, dan pertanyaan yang terilhami menuntun pada wahyu.

Jawaban Gabriel terhadap pertanyaan Maria datang dalam tiga bagian:


Pertama, dia memberi tahu Maria, “Roh Kudus akan turun ke atasmu” (ayat 35). Roh Kudus adalah kuasa yang melaluinya para murid di setiap zaman ditingkatkan dalam pemanggilan mereka. “Ingatlah bahwa pekerjaan ini bukanlah pekerjaan Anda dan saya saja,” Presiden Thomas S. Monson mengajarkan (1927–2018). “Ini adalah pekerjaan Tuhan, dan ketika kita berada dalam tugas suruhan Tuhan, kita berhak atas bantuan Tuhan. Ingatlah bahwa siapa yang Tuhan panggil, Tuhan jadikan mampu.” Kemudian Gabriel memberi Maria informasi spesifik tentang keadaannya: “Kuasa Yang Mahatinggi akan menaungi engkau: sebab anak yang akan engkau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah” [ayat 35).


Kedua, Gabriel memberi tahu Maria tentang Elisabet, seseorang yang mengalami kehamilan serupa, meski tidak identik, dan menakjubkan (lihat ayat 36). Kehamilan Elisabet merupakan sebuah tanda bagi Maria bahwa dia tidak sendirian, bahwa ada setidaknya satu orang lain yang memiliki rasa yang sama seperti yang dialaminya.


Ketiga, Gabriel dengan tegas menyatakan, “Bagi Allah tidak ada yang mustahil” (ayat 37). Allah melakukan yang mustahil ketika Elisabet mengandung. Pernyataan Gabriel adalah sebuah pengingat bagi para murid di setiap zaman bahwa ketika kita menanggapi undangan Allah, mukjizat dapat terjadi.
Kesediaan Seorang Murid

Tanggapan verbal kedua Maria dalam kisah itu melambangkan, menurut saya, komitmen dan pandangan seorang murid: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38). “Hamba” menunjukkan bahwa Maria telah memilih untuk menerima panggilan yang Allah sampaikan kepadanya. Pernyataan ini adalah versi Maria tentang apa yang Putranya akan katakan di Getsemani, “bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Meskipun tampak jelas bahwa pada titik ini dalam perjalanannya, dia tidak mungkin memahami semua yang akan dibutuhkan darinya—Simeon kemudian bernubuat kepadanya bahwa “suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri” (Lukas 2:35)—meskipun demikian, Maria memilih untuk bergerak maju dengan iman.

“Lalu malaikat itu meninggalkan dia” (Lukas 1:38). Ketika Gabriel pergi, Maria ditinggalkan sendirian. Sementara adalah satu hal bagi seorang murid untuk membuat pernyataan seperti yang dia buat di hadapan utusan ilahi, apa yang dia lakukan sekarang setelah malaikat itu pergi? Bagaimana dia menjelaskan pengalaman ini kepada orangtuanya? Kepada Yusuf? Apa harga pribadi baginya seandainya mereka atau penduduk Nazaret tidak memercayainya? Keadaan hidupnya yang tidak nyaman di Nazaret kini dapat menjadi sulit baginya.


Pertemuan Maria dan Elisabet, oleh Carl Heinrich Bloch

Karena itu dia mengingat bagian kedua dari jawaban Gabriel terhadap pertanyaannya dan perjalanan ke rumah Elisabet. Sekali lagi, dua kisah pembuka Lukas terjalin bersama. Segera setelah Maria menyapa Elisabet, “melonjaklah anak yang di dalam rahimnya; dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus: lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan, dan diberkatilah buah rahimmu” (Lukas 1:41–42). Sapaannya yang diarahkan Roh memperkuat apa yang Gabriel telah katakan tentang tempat mulia Maria di antara perempuan. Kini Maria memiliki saksi kedua akan pemanggilannya, namun itu datang hanya setelah dia dengan rela menerima pemanggilannya.

Kisah tentang Maria dan Elisabet adalah sebuah pengingat akan dua aspek besar dalam kehidupan para murid modern. Itu adalah pengingat tentang nilai simbiosis besar pada jantung Lembaga Pertolongan di seluruh dunia: para wanita dari berbagai usia pada taraf kehidupan yang berbeda datang bersama-sama untuk saling mendukung dan menyokong di saat-saat membutuhkan. Itu juga pengingat bahwa Allah tidak meninggalkan mereka yang telah Dia panggil pada saat-saat membutuhkan mereka namun bahwa Dia sering menanggapi dengan merangkul mereka dalam pelukan orang lain yang juga telah Dia panggil.
Nyanyian Pujian Maria

Ungkapan terakhir Maria dikenal sebagai Nyanyian Pujian Maria dan merupakan manifestasinya akan sukacita dalam menanggapi pernyataan Elisabet. Dia mengungkapkan perasaannya tentang apa yang telah terjadi dalam kehidupannya dan mencerminkan pemahaman barunya tentang tempatnya dalam rencana Allah. Pertama dan yang terutama dia merasa perlu untuk meningkatkan, memuji, dan memuliakan Allahnya, yang kepada-Nya dia bersukacita sebagai Juruselamatnya (lihat Lukas 1:46–47). Dia melihat dalam pengalamannya belas kasihan Allah yang berkelanjutan, baik dalam kenyataan bahwa Dia memilih seseorang dari “kalangan rendah” seperti dia (lihat ayat 48–50) dan juga dalam kenyataan bahwa Dia telah memilihnya untuk memainkan bagian sentral dalam memenuhi perjanjian Abraham (lihat ayat 54–55).

“Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan [Elisabet], lalu pulang kembali ke rumahnya” (ayat 56). Maria kini lebih siap untuk memenuhi pemanggilan ilahinya.


Para murid modern dihapus dari kisah tentang Maria baik oleh budaya maupun 2.000 tahun. Meskipun demikian, kisahnya adalah pengingat yang tak lekang waktu mengenai harga dari kemuridan. Allah mengharapkan para pengikut-Nya untuk menerima undangan yang Dia berikan kepada mereka. Presiden Russell M.Nelson mengingatkan kita bahwa “Allah telah senantiasa meminta anak-anak perjanjian-Nya untuk melakukan hal-hal yang sulit.” Maria tidak terkecuali, dan demikian pula kita. Tantangan kita adalah untuk memiliki iman untuk menyerahkan kehendak kita pada kehendak-Nya, untuk menerima panggilan-Nya dengan iman bahwa Roh-Nya akan meningkatkan kita dalam pelayanan-Nya. Bonnie H. Cordon, Presiden Umum Remaja Putri, juga mengingatkan kita bahwa “kita dapat melakukan hal-hal sulit,” dan kemudian menambahkan, “tetapi kita juga dapat melakukannya dengan penuh sukacita”

Sebagai para murid modern, apa yang akan menjadi Nyanyian Pujian kita? Bagaimana kita akan mengungkapkan sukacita kita kepada Allah kita? Bagaimana kita akan mengungkapkan keagungan belas kasihan-Nya dalam kehidupan kita? Bagaimana kita akan menemukan cara-cara untuk merayakan bagian kita dalam memenuhi perjanjian Abraham di zaman kita? Ini mungkin hanyalah beberapa cara yang dapat kita pelajari dari kisah menakjubkan Maria tentang kemuridan.

Jumat, 04 Februari 2022

Maria, BUNDA GEREJA?

Beberapa alasan yang bisa kita masukan dalam pemahaman kita adalah sebagai berikut


Bunda Maria adalah Bunda Kristus Sang Kepala Gereja



Tuhan telah memilih Maria sebagai Bunda Allah; sebab Kristus yang dikandung dan dilahirkannya adalah Allah. Itulah sebabnya di dalam Kitab Suci, Maria disebut sebagai Bunda Allah (lih. Luk 1:43, 35, Gal 4:4). Dengan melahirkan Kristus, Maria juga dapat disebut sebagai Bunda Gereja, karena Kristus sebagai Kepala selalu berada dalam kesatuan dengan Gereja yang adalah anggota- anggota Tubuh-Nya yang memperoleh hidup di dalam Dia.

Bunda Maria adalah Hawa Baru yang melahirkan Kristus Sang Hidup yang memberi hidup kepada dunia


Dengan melahirkan Kristus Sang Hidup (Yoh 14:6) yang memberi hidup kepada dunia (Yoh 6:33), Bunda Maria juga secara tidak langsung berperan serta dalam memberikan Hidup kepada dunia. Maria adalah Sang Hawa yang baru, yang daripadanya lahir Kristus, sebagai Adam yang baru (lih. Rom 5:12-21) yang melalui-Nya manusia dapat memperoleh hidup yang kekal. Maka para Bapa Gereja tak ragu untuk mengatakan bahwa Maria adalah “bunda mereka yang hidup” dan mengkontraskannya dengan Hawa, dengan menyatakan “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria.” (Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 56)

Bunda Maria tidak pernah terpisah dari Kristus dan Gereja


Oleh ketaatan Bunda Maria dan atas kuasa Roh Kudus, Kristus menjelma menjadi manusia dalam rahim Bunda Maria. Kristus mengambil apapun untuk pertumbuhan tubuh jasmani-Nya dari tubuh Bunda Maria. Selanjutnya, Gereja yang adalah Tubuh Kristus, dibentuk oleh Yesus dari darah dan air yang keluar dari sisi/ lambung-Nya, serupa dengan dibentuknya Hawa dari sisi/ tulang rusuk Adam. Dengan demikian, terlihatlah betapa tak terpisahkannya hubungan antara Yesus, Maria dan Gereja. Walaupun Kristus dilahirkan oleh Bunda Maria, namun ini tidak menjadikan Bunda Maria lebih utama dari Kristus; sebab yang menjadi Kepala Tubuh (Kepala jemaat) adalah Kristus (Kol 1:18; Ef 5:23). Bunda Maria adalah anggota Tubuh-Nya yaitu Gereja-Nya. Namun demikian, Maria adalah anggota yang istimewa, justru karena ketaatannya yang ‘mendahului’ anggota Tubuh-Nya yang lain; dan karena dengan ketaatannya ini rencana Allah tergenapi. Kesatuan antara Kristus, Bunda Maria dan Gereja, menjadikan Bunda Maria tidak terpisahkan dari Kristus dan Gereja; sehingga ia bukan saja menjadi Bunda Allah, namun juga adalah Bunda Gereja, yaitu Bunda umat beriman. Sebab setelah kenaikan Yesus ke surga, Bunda Maria membantu permulaan Gereja dengan doa-doanya, dan setelah ia sendiri diangkat ke surga, Bunda Maria tetap menyertai Gereja dengan doa-doanya.


Bunda Maria terdepan dalam perjalanan iman dan menjadi teladan bagi Gereja



Sebagaimana iman Abraham menandai permulaan Perjanjian Lama, iman Maria pada saat menerima Kabar Gembira menandai dimulainya Perjanjian Baru. Sebab seperti Abraham berharap dan percaya, saat tak ada dasar untuk berharap (lih. Rom 4:17) bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, demikian pula Maria, setelah menyatakan kaul keperawanannya (“Bagaimana ini mungkin terjadi, sebab saya tidak bersuami?”), percaya bahwa oleh kuasa Allah yang Maha Tinggi, ia akan menjadi ibu Sang Putera Allah (lih. Luk 1:35).

Ketaatan iman Bunda Maria mencapai puncaknya pada saat ia mendampingi Kristus, sampai di bukit Golgota, di saat hampir semua murid-Nya meninggalkan Dia. Bunda Maria tegar berdiri di kaki salib Kristus, dan turut mempersembahkan Dia di hadapan Allah Bapa. Bunda Maria melihat sendiri kesengsaraan Putera-nya Yesus Kristus yang melampaui segala ungkapan, untuk menebus dosa-dosa manusia. Di kaki salib-Nya, Bunda Maria melihat sendiri apa yang nampaknya seperti pengingkaran total dari apa yang dikatakan oleh Malaikat Gabriel saat memberikan Kabar Gembira, “Ia akan menjadi besar … Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” (Luk 1:22-23). Namun di kaki salib itu, yang dilihatnya adalah penderitaan Putera-nya yang tak terlukiskan, “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan … ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia …” (lih. Yes 53:3-5). Meskipun demikian, Bunda Maria tetap setia dan menyertai Kristus.

Yesus memberikan Maria agar menjadi ibu bagi murid-murid-Nya, yaitu Gereja-Nya


Sesaat sebelum wafat-Nya, Tuhan Yesus memberikan Bunda Maria kepada Yohanes, murid yang dikasihi-Nya. “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu” kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya, “Inilah ibumu!” Dan sejak itu murid itu [Yohanes] menerima dia [Bunda Maria] di dalam rumahnya” (Yoh 19: 26-27). Kita ketahui bahwa pesan ini adalah salah satu dari ketujuh perkataan Yesus sebelum wafat-Nya dan pastilah ini merupakan pengajaran yang penting. Gereja Katolik selalu memahami ucapan tersebut, sebagai kehendak Yesus yang mempercayakan Ibu-Nya kepada kita semua para murid-Nya, yang diwakili oleh Rasul Yohanes. Sama seperti Yohanes Pembaptis menyebutkan sesuatu yang penting tentang Yesus dengan berkata, “Lihatlah Anak Domba Allah”/ Behold, the Lamb of God (Yoh 1:29) untuk diterima sebagai kebenaran bagi semua umat beriman; maka Tuhan Yesus juga menyebutkan hal yang penting tentang Bunda Maria, dengan berkata kepada para murid-Nya,” Inilah ibumu!”/ Behold, your mother!, agar kita umat beriman juga dapat menerimanya sebagai kebenaran. Ya, Bunda Maria adalah ibu kita, sebab Tuhan Yesus memberikannya kepada kita umat beriman, untuk kita kasihi, kita hormati dan kita ikuti teladannya, agar kita dapat masuk dalam Kerajaan Surga dan beroleh mahkota kehidupan.

Dasar Kitab Suci
Yoh 19:26-27: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!”
Why 12:17: Anak-anak “perempuan itu” adalah mereka yang mengikuti Yesus Kristus.
Yoh 2:3,7: Yesus membiarkan ibu-Nya memohonkan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan.
Kis 1:14: Bunda Maria turut bertekun berdoa bersama dengan para rasul menantikan kedatangan Roh Kudus di hari Pentakosta, yang menandai hari kelahiran Gereja.

Dasar Tradisi Suci
Origen (244): Putera Maria hanya Yesus sendiri; dan ketika Yesus berkata kepada Ibu-Nya, “Lihatlah, anakmu,” seolah Ia berkata, “Lihatlah orang ini adalah Yesus sendiri, yang engkau lahirkan.” Sebab setiap orang yang dibaptis, hidup tidak lagi dirinya sendiri, tetapi Kristus hidup di dalamnya. Dan karena Kristus hidup di dalamnya, perkataan kepada Maria ini berlaku baginya, “Lihatlah anakmu- Kristus yang diurapi.” (Origen, Commentary on John I,4, 23, PG 14, 32)
St. Ephrem dari Syria (306- 373): “Kelahiran-Mu yang ilahi, O Tuhan, melahirkan semua ciptaan;
Umat manusia dilahirkan kembali darinya [Maria], yang melahirkan Engkau.
Manusia melahirkan Engkau di dalam tubuh; Engkau melahirkan manusia di dalam roh…” (St. Ephrem, Hymn 3 on the Birth of the Lord, v.5., ed. Lamy, II, pp 464 f)
St. Agustinus (416): “Maria adalah sungguh ibu dari anggota- anggota Kristus, yaitu kita semua. Sebab oleh karya kasihnya, umat manusia telah dilahirkan di Gereja, [yaitu] para umat beriman yang adalah Tubuh dari Sang Kepala, yang telah dilahirkannya ketika Ia menjelma menjadi manusia.” (St. Augustine, De sancta virginitate, 6 (PL 40, 399)


Dasar Magisterium Gereja
Paus Pius X (1903- 1914): “Bukankah Maria adalah Bunda Yesus? Oleh karena itu ia adalah bunda kita juga…. Maria yang mengandung Sang Juruselamat dalam rahimnya, dapat dikatakan juga mengandung mereka yang hidupnya terkandung di dalam hidup Sang Juruselamat. Karenanya, kita semua … telah dilahirkan dari rahim Maria sebagai tubuh yang bersatu dengan kepalanya. Oleh karena itu, dalam pengertian rohani dan mistik, kita disebut sebagai anak- anak Maria, dan ia adalah Bunda kita semua.” (Paus Pius X, Ad diem illum Laetissimum)
Katekismus Gereja Katolik: 964, 695, 697-690.

KGK 964 Tugas Maria terhadap Gereja tidak bisa dipisahkan dari persatuannya dengan Kristus, tetapi langsung berasal darinya. “Adapun persatuan Bunda dengan Puteranya dalam karya penyelamatan itu terungkap sejak saat Kristus dikandung oleh santa Perawan hingga wafat-Nya” (LG 57). Hubungan ini terutama tampak dalam saat sengsara-Nya.”Demikianlah santa Perawan juga melangkah maju dalam penziarahan iman. Dengan setia ia mempertahankan persatuannya dengan Puteranya hingga di salib, ketika ia – sesuai dengan rencana Allah – berdiri di dekat-Nya. Di situlah ia menanggung penderitaan yang dahsyat bersama dengan Puteranya yang tunggal. Dengan hati keibuannya ia menggabungkan diri dengan kurban-Nya, dan penuh kasih menyetujui persembahan kurban yang dilahirkannya. Dan akhirnya oleh Yesus Kristus itu juga, menjelang wafat-Nya di kayu salib, ia dikaruniakan kepada murid menjadi Bundanya dengan kata-kata ini: Wanita, inilah anakmu (lih. Yoh 19:26-27)” (LG 58).

KGK 965 Sesudah anaknya naik ke surga, Maria “menyertai Gereja pada awal mula dengan doa-doanya” (LG 69). Bersama dengan para Rasul dan beberapa wanita, “kita melihat pula Maria memohon anugerah Roh dengan doa-doanya, Roh yang sudah menaunginya di saat ia menerima warta gembira” (LG 59).

KGK 967 Karena ia menyetujui secara penuh dan utuh kehendak Bapa, karya penebusan Putera dan setiap dorongan Roh Kudus, maka Perawan Maria adalah contoh iman dan cinta bagi Gereja. Oleh karena itu, ia “adalah anggota Gereja yang maha unggul dan sangat khusus” (LG 53); ia tampil sebagai “citra Gereja” [ecclesiae typus] (LG 63).

KGK 968 Tugasnya terhadap Gereja dan seluruh umat manusia masih lebih besar lagi. “Ia secara sungguh istimewa bekerja sama dengan karya Juru Selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan, serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh karena itu dalam tata rahmat ia menjadi Bunda kita” (LG 61).

KGK 969 “Adapun dalam tata rahmat itu peran Maria sebagai Bunda tiada hentinya terus berlangsung, sejak persetujuan yang dengan setia diberikannya pada saat Warta Gembira, dan yang tanpa ragu-ragu dipertahankannya di bawah salib, hingga penyempurnaan kekal semua para terpilih. Sebab sesudah diangkat ke surga, ia tidak meninggalkan peran yang membawa keselamatan itu, melainkan dengan aneka perantaraannya ia terus-menerus memperolehkan bagi kita karunia-karunia yang menghantar kepada keselamatan kekal… Oleh karena itu di dalam Gereja santa Perawan disapa dengan gelar: pengacara, pembantu, penolong, dan perantara” (LG 62).

KGK 970 “Adapun peran keibuan Maria terhadap umat manusia sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kristus yang tunggal itu, melainkan justru menunjukkan kekuatannya. Sebab segala pengaruh santa Perawan Maria yang menyelamatkan manusia… berasal dari kelimpahan pahala Kristus. Pengaruh itu bertumpu pada pengantaraan-Nya, sama sekali tergantung daripadanya, dan menimba segala kekuatannya daripadanya” (LG 60). “Sebab tiada makhluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah dengan cara yang berbeda-beda pula terpancarkan secara nyata dalam makhluk-makhluk, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada makhluk-makhluk aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber” (LG 62).

Senin, 31 Januari 2022

DOA PENYERAHAN KEPADA MARIA

Santa Maria, 
Bunda Tuhan kami Yesus Kristus, 
engkaulah Ratu dunia termulia. 

Sudilah engkau menjadi ratu kami semua. 
Tunjukanlah kepada kami jalan menuju kesucian dan bimbinglah kami supaya jangan tersesat. 

Kuasailah budi kami, supaya kami hanya mencari yang benar. 

Kuasailah kehendak kami, supaya kami hanya menginginkan yang baik. 

Kuasailah hati kami, supaya kami saling mengasihi sebagai saudara. 

Kuasailah diri kami masing-masing dan segenap anggota keluarga. Kuasailah segenap warga masyarakat, segala bangsa dan pembesar-pembesar dunia. 

Sudilah engkau menjadi tali pengikat mereka semua dalam persatuan yang teguh. 

Kuasailah seluruh umat manusia. 
Bukakanlah jalan iman bagi mereka yang belum mengenal Putramu, Yesus. 

Bantulah agar segala bangsa bersatu padu, hidup rukun dan damai. 

Naungilah seluruh umat manusia, lebih-lebih yang dianiaya dan dikejar-kejar. 

Tabahkanlah mereka di dalam penindasan dan terangilah mereka di dalam kegelapan, agar tetap setia kepada Yesus, Puteramu. 

Hantarlah semua permohonan kami kepada Putramu, sang Maharaja kerajaan damai, tempat setiap doa permohonan dikabulkan, setiap beban hati diringankan dan segala kelemahan disembuhkan. 

Semoga orang yang mengenal kekuasaan-Nya dan menaruh harapan pada-Nya. sekali waktu melihat kemegahan kerajaan Putramu, yang bersama Bapa yang Mahakuasa sampai selamanya. 
Amin 

BERSATU MELALUI BUNDA MARIA

Lukas 2:42-52

  • 42. Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. 
  • 43. Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya. 
  • 44. Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka. 
  • 45. Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. 
  • 46. Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. 
  • 47. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. 
  • 48.Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” 
  • 49. Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” 
  • 50. Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. 
  • 51. Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. 
  • 52. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.

Keluarga kudus adalah cermin, acuan, dan teladan hidup bagi semua yang menapaki jalan kemuridan Yesus. Keluarga Kudus adalah tatapan dalam membangun hidup bersama di tengah realitas nyata dunia kehidupan ini. keluarga kudus adalah tempat untuk belajar.

Beberapa hal bisa kita simak dalam proses belajar hidup dan beriman dari Keluarga Kudus dalam membangun hidup bersama:

Yesus Kristus sebagai pusat. 

Keluarga (komunitas) kudus Nazaret menempatkan Yesus sebagai pusat kehidupan mereka. Bunda Maria dan Yosef menyadari akan peran mereka sebagai pendukung karya keselamatan Allah dalam diri yesus Kristus, menjadi rekan kerja Yesus dalam melaksanakan kehendak Bapa. Pusat Keluarga Kudus bukan kedua orang tua, namun yesus Putra mereka. Yesus merupakan titik sentral dalam kehidupan keluarga, juga titik pusat, akar dan dasar dari kehidupan.. Bunda Maria dan Yosef berhadapan dengan pergumulan hidup yang tidak bisa segera dengan mudah memahami misteri Ilahi sehingga mereka harus berhadapan dengan pertanyaan retoris dari Yesus “Tidakkah kamu tahu bahwa aku harus berada dalam rumah Bapa-Ku” (ay. 49). Mereka tidak mengerti perkataan tersebut. Dalam banyak hal Bunda Maria dan Yosef hidup sepenuhnya dalam misteri iman. Mereka tidak menapaki dengan pengertian, namun lebih dengan mendengarkan, dengan ketaatan iman. Yang utama adalah menempatkan Kristus berada di pusat,yang mendasari dan melandasi segala, bahkan menjadi arah serta tujuan dari semua. Bunda Maria dan Yosef menempatkan diri sebagai rekan kerja Tuhan, demikian pula kita semua.

Membangun kebersamaan. 

Kita semua dipanggil untuk hidup bersama. Hidup bersama yang lain adalah salah hakikat dasar hidup umat manusia. Mereka yang menjalani hidup selibat, kaum eremit dan petapa pun tetap memiliki saat kebersamaan. Keluarga Kudus membangun kebersamaan hidup yang saling meneguhkan dan membantu. Keluarga yang taat bersatu…. Pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu (ay. 42). Mereka bersatu melakukan apa yang lazim, yang sudah seharusnya dilakukan. Bunda Maria dan Yosef bersatu dalam suka dan duka. Karena tidak menemukan Dia, mereka kembali ke Yerusalem (ay. 45). Keluarga Kudus adalah keluarga yang taat bersatu. Hidup dalam kebersamaan seperti itu tumbuh karena kita membutuhkan satu sama lain. Hal itu berakar dalam kenyataan kasih bahwa kasih itu saling berbagi dan memberi.

Keluar dari diri sendiri. 

Di masa ini kenyataan hidup dalam kebersamaan ditantang oleh marak dan menguatnya gejala individualisme, dimana orang sering lebih sibuk serta mementingkan kepentingan, kehendak dan cinta diri, mau menang sendiri. Hidup seakan dibangun dalam keterpisahan satu sama lain, kemudian perbedaan ditonjolkan, keberagaman dijauhi, sehingga kemudian konflik dan perpecahan yang lebih terjadi. Kesadaran dan kebutuhan akan kebersamaan mudah pudar, hidup seakan selalu dipahami saling bertentangan dan berhadapan. Belajar dari keluarga kudus kita diajak untuk selalu menjaga ruang kebersamaan dalam hidup berkomunitas. Menjaga ruang kebersamaan juga dibangun dengan budaya dialog. Budaya dialog dalam perjumpaan dengan yang lain biasanya ditandai dengan sikap mendengarkan dan bertanya. …Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka (ay.46). Selain itu, kita juga diajak untuk terlibat dalam kebersamaan, sehingga semua semakin dimampukan untuk berbagi, merasakan sendiri pengalaman saling membutuhkan satu sama lain. Bagaimana dengan pengalaman dalam hidup berkomunitas kita?

Bunda Maria dan Yosef mengabdi Tuhan dalam ketaatan, tekun dan setia. 

Mereka hanya taat kepada iman. Taat kepada iman berarti sabda Tuhan sebagai tuntunan dan panduan hidup. Hidup yang berlandaskan pada iman berarti hidup hanya mengabdi Tuhan. Hanyalah Tuhan yang diandalkan. Seluruh perjalanan hidupnya baik dalam pikiran, perkataan dan perbuatan hanya dan untuk Tuhan. Kemuliaan Tuhan didahulukan daripada diri sendiri. Hidup mereka altruis, terarah ke luar. Keluar dari diri sendiri. Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia (ay. 45). Mereka mencari dan terus mencari Yesus dengan cemas.

Membangun Perjumpaan kasih. 

Di tengah maraknya individualisme dan perkembangan teknologi informasi yang malahan lebih mengasingkan daripada menghubungkan umat manusia, dikampanyekanlah upaya untuk membangun jembatan penghubung, bukan tembok pemisah antarumat manusia, agar perjumpaan dapat lebih dibangun. Beberapa kali Paus Fransiskus menyebut soal berkembangnya budaya penyingkiran, sehingga dipromosikannya kultur perjumpaan. Maka dalam hal ini, komunikasi adalah hal yang sangat penting baik proses maupun sarana atau medianya. Aspek pribadi manusia lebih ditekankan dalam komunikasi tersebut. Yang hendak dibangun adalah agar semakin terjalin dan berjalan perjumpaan antarpribadi, sehingga ruang-ruang perjumpaan perlu semakin diperluas dan ditata. Budaya perjumpaan akan memerangi sifat ketidakpedulian, cuek, dan tidak mau tahu. Atau kepedulian yang seringkali lebih pada soal “klik”, komentar, dan “share” dalam media sosial yang seakan dengan itu sudah merasa terlibat dan berbuat sesuatu. Padahal faktanya tidak bersentuhan langsung dengan realitas, tidak terbangun perjumpaan secara konkrit. Demikian juga terjadi krisis budaya kasih, pengalaman tidak dicintai terlebih di kalangan generasi muda. Perasaan sepi dan sendirian gejalanya semakin dialami banyak orang. Hal ini sangat kontras dengan Keluarga Kudus Nazaret, keluarga yang hidupnya dilandasi dan ditandai dengan kasih. Kasih merupakan ciri perjumpaan yang dibangun. Dalam kisah Injil digambarkan Keluarga Kudus selalu membudayakan perjumpaan atau kebersamaan. Tampak juga relasi yang unik dan mengagumkan…Lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? (ay. 48). Menggambarkan betapa relasi Yesus dan ibu-Nya Maria sangat dekat. Relasi yang diikat, dipererat oleh tali kasih.

Semangat Mengampuni. 

Kita diajak untuk belajar menjadi manusia yang sungguh rohani. Manusia yang rohani sama seperti Bunda Maria dan Yosef dalam membangun hidup bersama. Manusia yang memiliki hati yang mampu merenung, bukan pribadi beriman yang formalitas dan hidup mendangkal. maka kita menjadi insan-insan pewarta damai dan kebaikan. Kita juga belajar mengalahkan kejahatan, bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kasih, kesabaran dan kelembutan (bdk ay. 51). Kita juga belajar menjadi manusia yang sungguh beriman, penuh syukur dan sukacita. Belajar menjadi ciptaan baru, yakni menyadari diri sebagai hamba Tuhan, sehingga menjadi manusia yang rendah hati, dan berani mengosongkan diri dari kepentingan diri dan bekerja keras bagi kepentingan sesama.

MARIA, BUNDA ALLAH

Guna memahami gelar “Bunda Allah,” pertama-tama kita harus mengerti dengan jelas peran Maria sebagai Bunda Juruselamat kita, Yesus Kristus. ...